episode
kehadiran
muhammad nasir
- sebelum berkata-kata
sesukamulah untuk mengatakan aku manusia, selebihnya engkau ular,
biawak, buaya dan segenap yang melata. tugasku hanya bercerita tentang episode
kehadiran yang menjadikanku manusia
- episode kelahiran
tak angin pula yang menyebar benih pada waktu yang tak berpori-pori. rasa sayang itu tak sudi terbang pada udara yang
rekah
mata jua yang luluhkan rasa
dalam-dalam. daging itu tumbuh dan terbenam pada pusaran kehidupan
berharaplah pada tanah,
air, darah dan bongkahan daging. katakan saja; tak tersebab pada dirimu, tak
juga atas nama senggama segala apa!
angin berpilin tak
beraturan, malam yang tak bertabir mengeluarkan lenguh kepanasan. hasil perkawinan resmi manusia pertama
melahirkan aku pada lelehan yang ke sekian
lahirlah aku pada sakit
terbaikmu!
- menjadi kanak-kanak
dalam penjara yang dibuat
oleh orang dewasa, tanah ini menjadi teramat sempit
diserakahi nafsu sebagai
mata uang yang tak bermata.
menangis adalah cara yang
terbaik bila semua tak dapat dipenuhi. biarkan angin menyapu setiap helai bulu
mata yang lembab
jika telapak kaki hanya
goresan hambar
maka anak-anak hanya
bermain sesukanya
- alam pancaroba
katakanlah aku manusia,
selebihnya engkau
aku hanyalah
urutan-urutan kekinian. temukan saja aku pada otak-otak yang menalar liar
sedang engkau aku
temukan itu pada daftar di alam yang tak lebar. Padahal lendir itu telah menutupi lembah tanpa dasar.
lendir-lendir itulah tumpahan sejarah
- tiba-tiba menjadi
manusia
beberapa waktu yang
tidak sedikit telah berlalu. lahir, tumbuh, berkembang, kerdil,
sesekali membesar,
mengkerut lalu jadilah seperti itu
dan tak ku ikuti
kejadian itu kecuali aku mengerti. hidra mengisi otak kecilku merekam
detik-demi detik menjadi kronik.
setiap denyut pada otak
kanaku adalah nama. setiap nyalang adalah ruang-ruang lapang. otak yang mulai
bebal menerawang.
ahai, ibarat kain buruk
pada layar lanun tua. angin tak pernah menyapanya pada laut lepas yang amat
luas
lembaran ingatanku
berlayar tanpa lakon, tanpa narasi dan
juga tanpa durasi
- kembali menjadi
lendir
dan pada senggama yang
kesekian, jejeritan nyeri para ibu, membawaku pada kematian. sedikit ayang
dapat kukatakan;
aku hanya percikan dari
perjalanan letih lendir itu hingga beku di segenap sendiku.
lalu bagaimana aku
menyebutnya sejarah?
lendir itu pada akhirnya
menjadi kata-kata
kata-kata itu menjadi
logika.
katakanlah aku manusia,
selebihnya engkau, ular, biawak, buaya dan segenap yang melata
parakjigarang, 22/12/09